Kamis, 10 April 2008

DASAR TEORI

1. Preparasi Sampel

1.1 Cutting (Pemotongan)

Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai.

Ada beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang digunakan, yaitu meliputi proses pematahan, pengguntingan, penggergajian, pemotongan abrasi (abrasive cutter), gergaji kawat, dan EDM (Electric Discharge Machining). Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua, yaitu :

* Teknik pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan gerinda

* Teknik pemotongan dengan deformasi kecil, menggunakan low speed diamond saw

1.2 Mounting

Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dll. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah :

* Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)

* Sifat eksoterimis rendah

* Viskositas rendah

* Penyusutan linier rendah

* Sifat adhesi baik

* Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel

* Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan yang terdapat pada sampel

* Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus kondusif

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb/in2) dan panas (1490C) pada mold saat mounting.

1.3 Grinding (Pengamplasan)

Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan.

Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450 atau 900 terhadap arah sebelumnya.

1.4 Polishing (Pemolesan)

Setelah diamplas sampai halus (600#), sampel harus dilakukan pemolesan. Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga orde 0.01 μm. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel.

Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus. Ada 3 metode pemolesan antara lain yaitu sebagai berikut :

a. Pemolesan Elektrolit Kimia

Hubungan rapat arus & tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan material yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses pemolesan.

b. Pemolesan Kimia Mekanis

Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan pengetsa yang umum digunakan.

c. Pemolesan Elektro Mekanis (Metode Reinacher)

Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan, dan perunggu.

1.5 Etching (Etsa)

Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat.

a. Etsa Kimia

Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Contohnya antara lain : nitrid acid / nital (asam nitrit + alkohol 95%), picral (asam picric + alkohol), ferric chloride, hydroflouric acid, dll. Perlu diingat bahwa waktu etsa jangan terlalu lam (umumnya sekitar 4 – 30 detik), dan setelah dietsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan alkohol kemudian dikeringkan dengan alat pengering.

b. Elektro Etsa (Etsa Elektrolitik)

Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektoetsa. Cara ini dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk stainless steel karena dengan etsa kimia susah untuk medapatkan detil strukturnya

2. Pengamatan Struktur Makro dan Mikro

Pengamatan metalografi dengan mikroskop dapat dibagi dua, yaitu :

1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur pembesaran 10 – 100 kali
2. Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur pembesaran di atas 100 kali

Mode perpatahan material secara umum dapat dibagi dua, yaitu perpatahan ulet yang berkarakter berserabut (fibrous) dan gelap (dull), dan perpatahan getas dimana permukaan patahan berbutir (granular) dan terang. Selanjutnya pengamatan dapat dilakukan dengan stereoscope macroscope dan SEM. Sedangkan untuk daerah hasil lasan, secara metalografi dapat ditunjukkan adanya empat bagian, yaitu : composite zone, unmixed zone, partially melted zone, dan true heat affected zone.

Mikrostruktur

* Baja karbon, merupakan material ferrous dengan < 2.14% C. Terbagi atas 2 jenis, yaitu baja hypoeutectoid (< 0.8%C) dan hypereutectoid (> 0.8%C). Pada kadar 0.8%C terbentuk fasa perlit (cementit 6.67%C + ferit 0.02%C)

* Besi tuang, yaitu material ferrous dengan kadar karbon 2.14% - 6.67% . Besi tuang komersial 2.5 – 4%C, karena kadar C yang terlalu tinggi membuat besi tuang rapuh. Secara metalografi besi tuang dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan kadar karbon, impurities, paduan, serta proses perlakuan panas, yaitu : besi tuang putih, besi tuang malleable, besi tuang kelabu, dan besi tuang nodular.

* Baja karbon pada heat & surface treatment, dimana dasarnya adalah transformasi fasa dan dekomposisi austenite. Proses perlakuan panas antara lain annealing, spheroidisasi, normalisasi, tempering & quenching. Dasarnya adalah diagram TTT dan CCT, dimana perlakuan panas ini akan menyebabkan pembentukan fasa martensit dan bainite.

* Baja perkakas, adalah baja dengan kualitas tinggi yang digunakan sebagai perkakas.Tingginya kualitas baja perkakas diperoleh melalui penambahan paduan Cr, W, dan Mo, dan perlakuan khusus. Umumnya mikrostrukturnya berupa matriks martensite dengan partikel karbida, grafit dan presipitat.

* Aluminium alloys, terdiri atas kristal utama padatan aluminium (dendritik) ditambah produk hasil reaksi dengan paduan.

* Copper alloys, umumnya dengan elemen dasar seng. Contohnya adalah kuningan (paduan tembaga seng dengan timbal, timah dan aluminium)

Metode perhitungan besar butir

Ada tiga metode yang direkomendasikan ASTM, yaitu :

* Metode Perbandingan

Foto mikrostruktur bahan dengan perbesaran 100x dapat dibandingkan dengan grafik ASTM E112-63, dapat ditentukan besar butir. Nomor besar butir ditentukan dengan rumus :

N–2n-1

Dimana N adalah jumlah butir per inch2 dengan perbesaran 100x. Metode ini cocok untuk sampel dengan butir beraturan.

* Metode Intercept (Heyne)

Plastik transparan dengan grid (bergaris kotak-kotak) diletakkan di atas foto atau sampel. Kemudian dihitung semua butir yang berpotongan pada akhir garis dianggap setengah. Perhitungan dilakukan pada tiga daerah agar mewakili. Nilai diameter rata-rata ditentukan dengan membagi jumlah butir yang berpotongan dengan panjang garis. Metode ini cocok untuk butir yang tidak beraturan.

* Metode Planimetri (Jeffries)

Metode ini menggunakan lingkaran yang umumnya memiliki 5000 mm2. perbesaran dipilih sedemikian sehingga ada sedikitnya 75 butir yang berada di dalam lingkaran. Kemudian hitung jumlah total semua butir dalam lingkaran ditambah setengah dari jumlah butir yang berpotongan dengan lingkaran. Besar butir dihitung dengan mengalikan jumlah butir dengan pengali Jeffries (f). Perlu diperhatikan bahwa ketiga mode di atas hanya merupakan besar butir pendekatan, sebab butir memiliki 3 dimensi bukan dua dimensi.

3. Percobaan Jominy

Proses kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan mengubah struktur mikro dan sifat mekanis logam disebut perlakuan panas (heat treatment). Logam yang didinginkan dengan kecepatan dan media pendingin berbeda memberikan perubahan struktur mikro yang berbeda pula. Setiap struktur mikro yang terbentuk (martensit, bainit, ferit dan perlit) merupakan hasil transformasi fasa austenit. Tiap fasa tersebut terbentuk pada kondisi pendinginan yang berbeda-beda sebagaimana yang dapat dilihat pada diagram CCT dan TTT. Tiap fasa memiliki nilai kekerasan yang berbeda-beda. Dengan pengujian Jominy (jominy test) dapat dibuktikan bahwa laju pendinginan yang berbeda-beda akan menghasilkan kekerasan bahan yang berbeda. Pada percobaan ini, sampel dipanaskan hingga suhu austenit, selanjutnya didinginkan secara merata, lalu dihitung nilai kekerasannya. Nilai kekerasan berbanding lurus dengan jarak dari tempat berakhirnya quenced. Makin lambat laju pendinginan logam, makin banyak matriks perlit yang ditampilkan dan kekerasan makin turun.

Tidak ada komentar: